Ngobrol ‘Mental Health’ pada Zaman Sekarang, Masih Tabu Enggak?
Dulu, topik masih dianggap tabu. Bagaimana dengan sekarang? Mental health survivor Yovania Asyifa Jami berbagi cerita kesulitan hal ini.
Perempuan yang dimaksud itu akrab disapa Yova ini sempat didiagnosis gangguan bipolar pada 2018 lalu. Kondisi ini mengharuskannya dirawat di tempat area rumah sakit jiwa (RSJ).
Tapi saat kondisi sudah mulai pulih serta kembali bersekolah, Yova justru dilarang bercerita pada lingkungan teman-temannya hambatan riwayat kesehatannya.
“Generasi pada atas aku, ya mama, om, tante, menganggap topik mental health itu masih tabu banget,” ujar Yova dalam diskusi Secret at Newsroom: Tiba-tiba Sadar Mental Health, Jumat (20/10).
Namun kini, lanjut Yova, kesehatan mental telah dilakukan terjadi menjadi topik yang mana dimaksud umum dibahas, utamanya di area tempat kalangan Gen Z seperti dirinya.
Yova, yang dimaksud sekarang berpartisipasi berbagi informasi tentang kesehatan mental lewat akun TikTok @RSJSurvivor, kerap menerima curhat dari para pengikutnya.
Dari sini, ia melihat, Gen Z sebenarnya sadar bahwa ada yang mana janggal dengan diri mereka. Namun, saat bercerita pada orang tua, merekan justru tak ada mendapat validasi.
“Zaman sekarang kesehatan mental [orang] sudah sangat aware. Tapi untuk praktiknya di tempat tempat rumah, orang tua masih percaya enggak percaya. [Sebanyak] 90 persen ketika anak curhat tentang mental health, [direspons orang tua] ‘Halah kamu kurang bersyukur, kurang ibadah, makanya rajin salat, mengaji’,” katanya.
Akses informasi mengenai kesehatan mental yang mana itu makin terbuka lalu mudah ternyata tidaklah menjamin kesadaran tinggi di dalam dalam tengah masyarakat dari berbagai kalangan.
Psikolog Mira Amir mengatakan bahwa pada dasarnya keterbukaan Yova hambatan kesehatan mental tak akan lepas dari bagaimana lingkungan menanggapi kondisinya.
“Pada lingkungan yang tersebut lebih lanjut tinggi terbuka, itu kita lebih lanjut lanjut mudah untuk mengekspresikan diri, mengungkapkan kondisi kesehatan mental kita,” kata dia dalam kesempatan serupa.
Oleh karenanya, dia menyokong agar orang tua juga lingkungan ambil peran dalam kesehatan mental orang-orang terdekat. Menampung, menerima atau validasi sanggup jadi pertolongan pertama yang dimaksud hal tersebut amat penting pada orang yang tersebut mana merasakan gejala permasalahan kesehatan mental.